Jumat, 16 Juni 2017

NHW#5 Belajar Bagaimana Caranya Belajar

Pada NHW#5 kali ini kami ditugasi oleh teteh fasil untuk membuat desain pembelajaran. Desain pembelajaran untuk siapa? Pertama-tama tentunya untuk saya sendiri. Saya harus mendesain pembelajaran untuk diri saya sendiri agar kelak mampu mengajarkan bagaimana caranya belajar kepada anak-anak saya.
Pertama-tama yang saya lakukan tentunya adalah dengan mengenali diri saya sendiri terlebih dahulu. Saya adalah tipikal orang yang cenderung introvert, kinestetik dan visual. Untuk belajar, saya lebih senang membaca atau melihat, kemudian menuliskannnya di buku agar “nempel”.  Menurut William Glasser dalam diagram ‘How We Learn’, ternyata belajar dengan cara membaca seperti yang biasa saya lakukan hanya akan membuat kita mengingat 10% dari yang kita baca, sedangkan dengan melihat dan mendengar hanya akan membuat kita mengingat 50% dari yang kita pelajari.  Masih menurut William Glasser,  cara belajar yang terbaik adalah dengan cara mengajarkan orang lain (teach).
Ibu sebagai pendidik anak-anak, tentunya hidup di jaman yang berbeda dengan jaman anaknya ketika kelak menjadi orangtua. Jaman orangtua kita dulu jarang sekali ada anak laki-laki yang pergi berduaan dengan wanita, berbeda dengan jaman sekarang ketika kita bisa melihat laki-laki dan perempuan berduaan di mana saja. Fitnah dunia semakin kejam, dan semoga Allah swt memberikan kemampuan bagi kita sebagai ibu untuk mendidik anak-anak kita dengan baik.
Pada materi NHW#5 disebutkan bahwa untuk belajar bagaimana caranya belajar, kita dan anak-anak perlu belajar 3 hal, yaitu:
  1. Belajar hal berbeda
Kita harus belajar apa saja yang bisa:
-          Menguatkan iman
-          Menumbuhkan karakter yang baik
-          Menemukan passion (panggilan hatinya)
  1. Cara belajar yang berbeda
Jika dahulu kita belajar bagaimana caranya menjawab, maka sekarang kita harus terampil untuk bertanya dan berpikir skeptik.
  1. Semangat belajar yang berbeda
Semangat belajar yang harus kita tumbuhkan adalah untuk memahami subjek, bukan sekadar untuk mendapatkan nilai.
Berdasarkan materi NHW#5 tersebut, desain pembelajaran saya untuk memahami ilmu parenting dan keluarga guna mendidik anak-anak saya  ialah dengan cara:
  1. Membaca kembali literatur-literatur mengenai Agama, pengasuhan yang Islami, psikologi anak, manajeman rumah tangga, pernikahan, cara belajar.
  2. Mengikuti seminar-seminar mengenai parrenting dan keluarga.
  3. Berdiskusi dengan teman-teman yang memiliki pengalaman dan para praktisi.
  4. Menerapkannya dalam kehidupan keluarga.
  5. Mengobservasi hasilnya.
  6. Mendiskusikan dengan suami  apakah metode tersebut cocok atau tidak diterapkan dalam keluarga saya.
  7. Mengulang prosesnya.

 Demikianlah desain pembelajaran yang coba saya buat dan laksanakan. Mudah-mudahan desain pembelajaran ini memudahkan saya untuk dapat belajar memahami anak-anak kami, dan semoga  usaha ini mendapatkan pahala dari Allah swt.

Jumat, 09 Juni 2017

HHW#4 Mendidik dengan Kekuatan Fitrah

NHW#4 Mendidik dengan Kekuatan Fitrah
Setelah beberapa minggu kemarin saya mempelajari tentang adab menuntut ilmu, Menjadi Ibu Profesional kebanggan keluarga dengan membuat Checklist Indikator Profesionalisme Perempuan, dan Membangun Peradaban dari dalam rumah, maka minggu ini pada materi Mendidik dengan Kekuatan Fitrah, saya harus mentapkan teknis-teknis pelaksanaan untuk dapat mendidik anak-anak sesuai dengan fitrah yang diberikan oleh Allah swt.

Pada NHW#4 ini saya harus mereview kembali apakah saya akan tetap memilih ilmu parenting sebagai salah satu jurusan ilmu di Universitas Kehidupan. Sebagai seorang ibu dengan 3 putri, tentu saja saya akan tetap mempelajari ilmu parenting untuk dapat mendidik anak-anak saya dengan baik. Membantu menemukan fitrah yang telah diberikan oleh Allah swt atas anak-anak saya, agar mereka mampu menjadi pemimpin yang baik di dunia, dan kembali berkumpul di JannahNya.

Setelah melihat lagi NHW#2 dan melihat pembahasan dari teteh fasil, ternyata checklist harian saya masih kurang memenuhi unsur SMART. Untuk NHW#2 akan saya coba buat kembali untuk lebih spesifik, measurable dan timebond.

Setelah membaca dan merenungkan kembali NHW#3, saya mencoba merenungkan kembali maksud Allah menciptakan saya di muka bumi ini. Saya adalah seorang ibu yang bekerja di ranah publik dan berkeinginan untuk meninggalkan ranah publik, Di usia 32 tahun dan 7 tahun pernikahan, Allah mengaruniakan 3 orang putri kepada saya untuk dididik dengan baik agar kelak mampu menjadi perempuan yang shalih dan bisa mendidik anak-anaknya dengan baik.

Misi Hidup: Menjadi Ibu sekaligus istri yang shalih
Bidang: Parenting Islami
Peran: Ibu dan istri

Untuk dapat menjadi ibu dan istri yang shalih saya harus mampu menetapkan ilmu-ilmu yang harus dikuasai. Ilmu yang harus saya kuasai adalah:
Ilmu Agama: Ilmu-ilmu keagamaan, bagaimana beribadah kepada Allah swt dan bagaimana menjadi istri yang shaleh
Ilmu Pendidikan Anak: Ilmu seputar pengasuhan anak

Milestone yang saya tetapkan adalah sebagai berikut:
Tahun pertama: Memantapkan ilmu agama

Tahun kedua: Memantapkan ilmu pendidikan anak

Kamis, 01 Juni 2017

NHW#3 Membangun Peradaban dari dalam Rumah


Maha Suci Allah yang menciptakan makhlukNya berpasangan. Mempertemukan tulang rusuk yang bengkok dengan pasangannya. Sama seperti kita, meskipun satu kota tidak pernah sekalipun kita bertemu sebelumnya. Hingga sebuah saluran komunikasi mempertemukan kita. Aku tidak pernah merasa mengundangmu berteman, begitu juga dirimu. Namun seiring waktu kita saling bertukar kisah hidup sehari-hari.Hingga pada saat itu, 29 Juni 2008 dirimu mengajakku untuk ta’aruf. Awalnya aku menolak, karena merasa belum siap. Namun dirimu terus meyakinkanku jika aku berkata belum siap, maka kapan lagi aku akan belajar mempersiapkan diri untuk menikah.

Tantangan pertama yang harus aku taklukkan adalah menyampaikan kepada orangtuaku bahwa ada seorang laki-laki yang mengajakku untuk ta’arufdan menikah. Aku adalah seorang yang introvert, tidak pandai mengungkapkan apa yang ada dalam benakku. Sampai sekarang pun aku masih harus belajar untuk mengungkapkan perasaanku. Akhirnya melalui perantara omku, ayahku pun tahu bahwa ada yang mengajakku untuk ta’aruf. Ibuku bahkan tidak percaya dan meragukanku.

Tibalah saatnya kau datang ke rumahku dan menyampaikan keinginanmu untuk taaruf kepada orangtuaku. Mungkin dirimu berharap aku ada disana, duduk bersama orangtuaku. Namun saking introvert dan malunya, aku hanya mampu mendengarkan percakapanmu dengan orangtuaku di balik dinding.


Akhirnya bulan Maret 2009 dirimu mengkhitbahku, dan pada 11 Oktober 2009 kita menikah.

Awal menikah kita sudah harus berpisah karena aku ditugaskan pelatihan selama 3 minggu. Di tahun pertama banyak penyesuaian yang kita lakukan, karena memang sebelum menikah kita belum saling mengenal sifat kita satu sama lain. Sifatku yang cenderung mengikuti arus kau tutupi dengan ketegasanmu, begitu pula ketergesaanmu ku tutupi dengan kesabaranku.. Seiring dengan berjalannya waktu, kita pun saling belajar untuk melengkapi satu dan lainnya.

Di tahun pertama kita menikah,  Allah swt mengaruniakan seorang putri, Hasna, anak pertama kita, seorang anak yang cerdas, berkeinginan kuat, dan kreatif. Tiga tahun kemudian lahirlah Sofia, anak yang penurut, rapi, daterorganisir. Selang 3 bulan dari kelahiran Sofia, aku kembali diberikan amanah kehamilah sehingga sembilan bulan kemudian lahirlah Alya, seorang anak yang berkeinginan kuat dan tidak mudah putus asa.

Alhamdulillah Allah swt juga melancarkan rezeki keluarga kita sehingga kita memiliki sebuah rumah di lingkungan yang baik, dekat dengan masjid, dekat dengan sekolah formal maupun keagamaan untuk anak-anak. Mudah-mudahan kita dimudahkan oleh Allah swt untuk dapat mendidik anak-anak kita dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan fitrah mereka.